Sejarah Adat Istiadat dan Kebudayaan Suku Aneuk Jamee Aceh
suku aneuk jamee (foto:kebudayaanindonesia.net) |
Suku
Aneuk Jamee merupakan etnis yang tersebar di sepanjang pesisir
barat Aceh mulai dari Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat
Daya dan Simeulue. Suku ini merupakan perantau Minangkabau yang
bermigrasi ke Aceh dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh.
Pengertian Aneuk Jamee
Kata
"Aneuk Jamee" berasal dari Bahasa Aceh yang berarti "anak tamu", "anak
yang berkunjung" atau "pendatang baru". Nama ini digunakan untuk
menggambarkan orang-orang Minang berasal dari Lubuk Sikaping, Pariaman,
Rao, dan Pasaman yang mulai bermigrasi ke daerah tersebut pada abad
ke-17.
Secara
bertahap, mereka berasimilasi dengan orang-orang Aceh yang ada di
daerah tersebut. Proses asimilasi tersebut dipermudah oleh kepercayaan
Islam yang umum. Namun, pada akhirnya mereka merasa bahwa mereka
bukanlah orang Aceh maupun orang Minangkabau, tetapi masyarakat baru
yang memiliki budaya dan bahasa sendiri.
Baca Juga:
√ 40 Alat Musik Tradisional yang Dipukul Beserta Gambarnya
Sejarah
Dahulu
migrasi orang Minang ke pesisir barat Aceh telah berlangsung sejak abad
ke-16. Banyak dari saudagar Minang yang melakukan perdagangan
dengan Kesultanan Aceh. Selain itu, mereka juga memperdalam ilmu agama
di Aceh. Salah satunya ialah Syeikh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama
yang berasal dari Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat yang pernah menimba
ilmu di Aceh kepada Syekh Abdurrauf Singkil dari Singkil, Aceh, yang
pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi
Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan
agama Islam di daerahnya masing-masing.
Gelombang
migrasi berikutnya terjadi pada masa Perang Paderi. Dimana pada masa
itu banyak dari masyarakat Minang yang menghindar dari pergolakan dan
penjajahan Hindia-Belanda.
Kebudayaan
Kebudayaan
suku Aneuk Jamee adalah kombinasi dari budaya Aceh dan Budaya
Minangkabau. Ini terlihat dari cara dan perlengkapan adat pengantin
wanita yang menambahkan semacam sunting (mahkota) di kepala yang merujuk
pada adat dari daerah Bukit Tinggi. Sedangkan pakaian adat pria tetap
mengikuti pakaian adat Aceh.
Penyebaran
Suku
ini banyak terdapat di kabupaten Aceh Selatan, lebih kurang 30 %
populasi. Sebagian kecil lainnya berada di kabupaten Aceh Barat
Daya, Aceh Barat, Aceh Singkil dan Simeulue.
Berikut kawasan penyebaran suku Aneuk Jamee:
1. Aceh Selatan, Kecamatan: Kemukiman Kandang (Kluet Selatan), Labuhan Haji, Labuhan Haji Timur, Sama Dua dan Tapak Tuan.
2. Aceh Barat Daya, Kecamatan: Susoh.
3.
Aceh Barat, Umumnya terkonsentrasi di beberapa desa dalam
Kecamatan Meureubo (bercampur dengan Suku Aceh) yaitu desa Gunong Kleng,
Peunaga, Meureubo, Ranto Panyang dan sekitarnya. Disamping itu,
sebagian kecil juga mendiami Desa Padang Seurahet yang termasuk dalam
Kecamatan Johan Pahlawan. Umumnya yang disebut terakhir ini merupakan
keturunan pendatang yang berasal dari Kabupaten Aceh Selatan dan telah
menetap lama di Aceh Barat secara turun temurun.
4. Simeulue, Sinabang
5. Aceh Singkil, Kota Singkil, kecamatan Pulau Banyak (ada 3 desa, yaitu: Pulau Balai, Pulau Baguk dan Teluk Nibung)
Bahasa
Bahasa
yang digunakan adalah Bahasa Minangkabau dengan dialek Aceh, atau yang
dikenal dengan Bahasa Jamee. Bahasa Jamee merupakan Bahasa Minangkabau
yang telah menyerap beberapa unsur dan kosa kata Bahasa Aceh. Kini
kebanyakan anggota masyarakat Suku Aneuk Jamee, terutama yang mendiami
kawasan yang didominasi oleh Suku Aceh menggunakan Bahasa Aceh. Bahasa
Jamee hanya dituturkan di kalangan orang-orang tua saja dan saat ini
umumnya mereka lebih lazim menggunakan Bahasa Aceh sebagai bahasa
pergaulan sehari-hari (lingua franca).
Kepercayaan
Orang-orang
Aneuk Jamee adalah penganut agama Islam. Seperti suku-suku lain di
Indonesia, orang-orang Aneuk Jamee juga masih memiliki unsur kepercayaan
sebelumnya yang tidak mudah dilupakan. Praktik perdukunan masih sering
digunakan untuk berbagai keperluan
Adat Istiadat
Sistem
kekerabatan tampaknya terdapat kombinasi antara budaya Minangkabau dan
Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral,
sedangkan adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal dalam
lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak ayah mempunyai
kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian, sedangkan ninik
mamak berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil
adalah keluarga inti yang disebut rumah tangga. Ayah berperan sebagai
kepala keluarga yang mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya.
Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak dan mengatur
rumah tangga.
Baca Juga:
√ Artikel Tari Gantar Kalimantan Timur
Sistem pemerintahan adat
Pada
gampong (kampung atau desa) suku Aneuk Jamee dikepalai oleh seorang
geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah)
yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong
disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima
yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap
gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum
meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Aneuk_Jamee diakses tanggal 21 februari 2015
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/949/suku-aneuk-jamee diakses tanggal 21 februari 2015
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Adat Istiadat dan Kebudayaan Suku Aneuk Jamee Aceh"