Penjelasan Lengkap Rumah Adat Sulawesi Tenggara | Istana Malige
Dibawah
ini penjelasan sederhana mengenai seluk beluk Laika dan Benua Tada
yaiutu rumah adat Sulawesi Tenggara. Provinsi Sulawesi Tenggara terletak
di bagian tenggara Pulau Sulawesi. Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara
adalah kota Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara berbatasan dengan
Sulawesi Selatan di teluk Bone pada bagian barat, pada bagian timur
berbatasan dengan Provinsi Maluku di laut Banda, pada bagian Utara
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah,
sedangkan pada bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara
Timur di laut Flores.
Sulawesi
Tenggara memiliki beberapa macam rumah adat yang berasal dari suku
Tolaki dan suku Wolio. Kedua suku ini merupakan suku mayoritas di
Sulawesi Tenggara. Rumah adat dari suku Tolaki disebut rumah Laika sedangkan rumah adat suku Wolio atau orang Buton disebut Banua Tada. Banua Tada yang menjadi ciri khas sulawesi tenggara adalah Malige atau Istana Kesultanan Buton.
1. Rumah Adat Laika
Rumah adat suku Tolaki disebut dengan Laika (Konawe) yang memiliki pengertian yaitu rumah. Rumah adat ini berukuran besar berbentuk segiempat dengan material kayu sebagai bahan dasarnya. Bangunan ini terdiri dari atap dan lantai yang ditopang oleh banyak tiang-tiang berukuran besar dengan tinggi sekitar 20 kaki dari dasar tanah.
Rumah
adat dari suku Tolika dan suku Wolio sebenarnya memiliki persamaan
dalam membangun tempat tinggal ataupun tempat untuk berkumpul, yaitu
dengan menggunakan system nilai budaya yang disebut dengan pembagian
secara kosmologi alam dan pembagian diibaratkan sebagai tubuh manusia.
Bila kita perhatikan, bagian depan rumah adat Laika diibaratkan sebagai
tangan kanan dan kiri dan tengahnya sebagai dagu. Sedangkan bagian
tengah rumah diibaratkan sebagai dua lutut dan tengahnya sebagai tali
pusar. Pada bagian belakang rumah diibaratkan sebagai dua kaki kiri dan
kanan dengan bagian tengah sebagai alat vitalnya.
Baca Juga:
√ Artikel Tari Balean Dadas Kesenian Tradisioanal Dayak, Kalimantan Tengah
Apabila
rumah adat Laika dianalisis secara vertikal dan horizontal terdapat
beberapa pengertian dari setiap bagian rumah. Hasil analisa secara
vertical, rumah adat Laika dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian
bawah/kolong, bagian tengah dan bagian atas. Bagian bawah/kolong
merupakan aplikasi dari dunia bawah (puriwuta) dimana pada bagian bawah
atau kolong ini sengaja dibuat untuk berbagai keperluan, seperti tempat
menyimpan binatang ternak, tempat menyimpan alat-alat pertanian, selain
tempat penyimpanan, dengan adanya kolong, lantai rumah dapat menjadi
lebih dingin dengan adanya aliran udara, dapat menghindari terbenamnya
rumah akibat banjir, tempat bersantai dan juga menghindari masuknya
binatang liar ke dalam rumah. Bagian tengah pada rumah adat mewakili
dunia tengah sebagai falsafah perwujudan alam semesta. Sedangkan bagian
atas rumah berguna sebagai tempat utama untuk beraktifitas.
Hasil
analisa secara horizontal, tampak depan rumah atau fasad bagian bawah,
atau rangka dan lantai diibaratkan sebagai dada dan perut manusia.
Bagian loteng atau bagian atas diibaratkan sebagai punggung manusia dan
tiang penyangganya diibaratkan sebagai tulang punggung manusia.
Sedangkan pada bagian atap adalah rambut atau bulu yang diibaratkan
sebagai muka dan panggul manusia.
Rumah adat Laika terdiri dari beberapa macam, sesuai dengan kebutuhannya, yaitu :
a. Laika Mbu’u (rumah induk atau rumah pokok)
Laika
mbu’u (di konawe), laika raha (di mekongga/kolaka), memiliki arti rumah
pokok. Julukan rumah pokok diberikan karena Laika Mbu’u memiliki bentuk
lebih besar daripada rumah biasa. Rumah ini biasanya dibangun dipinggir
kebun atau ladang menjelang dimulainya masa panen dan rumah ini
biasanya ditinggali oleh beberapa keluarga.
b. Laika Landa (rumah di kebun)
Laika
landa, yaitu rumah ini dibangun ditengah atau dipinggir kebun. Rumah
ini ditinggali oleh satu keluarga selama proses panen dan pengolahan
hasil kebun sampai dengan selesai. Setelah selesai masa panen dan padi
disimpan di dalam lumbung padi, maka rumah ini tidak ditinggali lagi.
c. Laika Patande
Laika
patande adalah rumah yang dibangun ditengah-tengah kebun sebagai tempat
peristirahatan. Ukuran rumah ini lebih mungil dibandingkan laika landa.
d. Laika Kataba
Laika
kataba merupakan jenis rumah papan. Material bangunannya terdiri dari
balok dan papan. Rumah ini dibangun menggunakan sandi atau kode
tertentu.
e. Laika Sorongga atau Laika Nggoburu (Rumah penguburan)
Laika
sorongga atau laika nggoburu merupakan rumah makam bagi raja
(mokole/sangia) pada masa lalu di kerajaan Konawe atau rumah makam bagi
keluarga raja. Rumah tersebut ditinggali dan dijaga oleh para budak dan
keluarganya.
f. Laika Mborasaa (Rumah pengayauan)
Laika
Mborasaa merupakan rumah yang dibangun pada tempat tertentu sebagai
tempat berjaga dan tempat beristirahat bagi orang-orang yang telah
melaksanakan tugas mengayau (penggal kepala) ke beberapa tempat di
daerah sulawesi tenggara.
g. Komali (Rumah tempat tinggal Raja/Istana)
Komali
merupakan laika owose (rumah besar) khusus sebagai tempat tinggal Raja.
Bentuknya berupa rumah panggung yang menggunakan tiang-tiang bundar dan
tidak menggunakan pondasi. Pada bangunan rumah Komali, tiang-tiang
ditanam sedalam satu hasta. Tiang yang akan ditanam ke dalam tanah
sebelumnya dibakar pada bagian selubung (permukaan tiang) hingga menjadi
arang sehingga tidak mudah dimakan rayap, selanjutnya tiang yang
dibakar tadi dibungkus dengan ijuk dan diikat persegmen dengan
menggunakan rotan agar arang tersebut tetap melekat pada selubung tiang.
Rumah
Komali ini sangat tinggi dan kuat. Tinggi tiang dari permukaan tanah
hingga ke permukaan lantai kurang lebih 2 meter atau cukup tinggi untuk
dimasuki kerbau. Jumlah tiang untuk Komali sebanyak 40 tiang di luar
dari tiang dapur dan tiang teras. Jumlah 40 tiang ini berhubungan dengan
jumlah yang disyaratkan dalam meminang, yaitu 40 pinang dan 40 lembar
daun sirih. Jika dianalisis dari segi fungsi maka jumlah 40 tiang
merupakan jumlah tiang yang mewakili satu rumah besar, yang hanya
dibangun oleh tokoh tertinggi adat (Mokole). Material bangunan ini
terdiri dari kayu, bambu dan atap yang terbuat dari rumbia. Pada bagian
tertentu rumah ini ditemukan ukiran (pinati-pati).
Baca Juga:
√ Artikel Karungut Kesenian Tradisional Dayak, Kalimantan Tengah
h. Laika wuta
Laika
wuta merupakan rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
berukuran lebih kecil dari laika landa dan memiliki bentuk atap seperti
rumah jengki.
i. Raha Bokeo rumah Raja di daerah Mekongga Kolaka
Raha
Bokeo (di kolaka) merupakan tempat tinggal raja-raja (Bokeo) Mekongga
di Kolaka. Raha Bokeo memiliki dua ukuran berdasarkan dari jumlah tiang
yang dimiliki yaitu, besar dan kecil. Raha Bokeo ukuran besar dan
memiliki total tiang sebanyak 70 buah. 25 tiang berada rumah induk, 20
tiang (otusa) berada di ruang tambahan (tinumba) atau ancangan, 10 tiang
berada di teras depan (galamba) dan 15 tiang berada di dapur (ambolu).
Sedangkan Raha Bokeo untuk ukuran sedang memiliki total tiang sebanyak
27 buah. 9 tiang yang berada pada rumah induk, 6 tiang berada pada ruang
tambahan (tinumba), 3 tiang berada pada teras depan (galamba) dan 9
tiang berada di dapur.
j. O’ala (tempat penyimpanan padi)
O’ala
merupakan rumah penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan benda-benda
keperluan hidup, di antaranya sebagai tempat penyimpanan padi atau
disebut o’ala (ala mbae) yang berarti lumbung padi.
k. Laika Walanda (rumah panjang gaya arsitek Belanda)
Laika
Walanda merupakan rumah panjang yang disebut juga rumah pesanggrahan
yaitu rumah yang digunakan oleh orang-orang Belanda untuk bersantai
seperti berdansa ataupun berpesta. Pada ruang tengah sepanjang rumah ini
terdapat ruang kosong, sedangkan dibagian kiri dan kanan rumah terdapat
ruang istirahat yang lantainya setinggi pinggang dan berpetak-petak.
Rumah ini memiliki bentuk seperti asrama memanjang.
l. Laika Mbondapo’a
Laika
Mbondapo’a merupakan jenis rumah panggung yang digunakan sebagai tempat
memanggang kopra. Bentuk bangunannya seperti rumah jengki yang tidak
memiliki dinding (orini). Lantainya sedikit lebih tinggi dari dasar
tanah. Pada saat proses pemanggangan, rumah panggung ini ditutupi oleh
daun kelapa sambil dipanaskan dengan membuat api di bagian bawahnya.
2. Rumah adat Banua Tada
Banua
tada merupakan rumah adat suku Wolio atau orang Buton di Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kata banua dalam bahasa
setempat berarti rumah, sedangkan kata tada berarti siku. Jadi, banua
tada dapat diartikan sebagai rumah siku. Keunikan rumah adat yang
memiliki bentuk rumah panggung ini yaitu rumah ini dapat berdiri kokoh tanpa penggunaan paku dan juga tahan gempa. Berdasarkan
status sosial penghuninya, struktur bangunan rumah ini dibedakan
menjadi tiga yaitu kamali/malige, banua tada tare pata pale, dan banua
tada tare talu pale. Perbedaan ketiga rumah ini dapat dilihat dari jumlah tiang samping yang dimiliki setiap rumah.
a. Kamali atau Malige (Istana Kesultanan Buton)
Kamali
atau Malige atau lebih sering disebut Istana Kesultanan Buton merupakan
rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi Sulawesi Tenggara. Terdapat
dua versi cerita mengenai sebutan nama kamali/malige pada rumah adat
suku Wolio ini. Menurut sejarah di Kerajaan/Kesultanan Buton, setiap
raja/sultan yang menjabat akan membangun istananya sendiri. Julukan
Kamali diberikan jika rumah tersebut ditinggali raja/sultan bersama
permaisuri (istri pertama). Sedangkan julukan Malige sebenarnya julukan
salah seorang Sultan Buton yang saat itu berkuasa. Karena dirumahnya
saat itu tidak ditinggali permaisuri (permaisuri tinggal di istana
lain), maka nama istananya mengikuti julukan sang sultan yang artinya
maligai. Namun, nama Malige lebih sering digunakan untuk nama rumah
adat ini karena diantara semua istana dan rumah, Malige mempunyai ukuran
yang paling besar. Versi lainnya ada yang menyebutkan bahwa Malige
berarti mahligai atau istana.berikut ini istana malige yang berada di
TMII.
Rumah
adat Kamali atau istana Malige dibuat dengan fondasi batu alam yang
disebut dengan sandi. Sandi tersebut tidak ditanam tapi diletakkan
begitu saja tanpa perekat. Fungsinya adalah untuk meletakkan tiang
bangunan. Diantara sandi dan tiang bangunan dibatasi oleh satu atau dua
papan alas yang ukurannya disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi.
Ini berfungsi sebagai pengatur keseimbangan bangunan secara keseluruhan.
Material bangunan ini terbuat dari kayu yang berasal dari pohon Wala dan lantai bangunan ini terbuat dari kayu jati.
Rumah
adat ini memiliki empat lantai. Ruangan pada lantai pertama memiliki
ukuran lebih besar dari lantai kedua. Sedangkan ruangan lantai keempat
memiliki ukuran lebih besar dari lantai ketiga, jadi semakin keatas maka
akan semakin kecil atau sempit ruangannya, namun di lantai keempat
sedikit lebih melebar.
Seluruh
bangunan tidak menggunakan paku dalam pembuatannya, melainkan memakai
pasak atau paku kayu. Tiang bagian depan terdiri dari 5 buah tiang yang
berjejer ke belakang sampai delapan deret, hingga berjumlah sebanyak 40
buah tiang. Tiang tengah yang berdiri tegak ke atas merupakan tiang
utama yang disebut Tutumbu yang berarti tumbuh terus. Jumlah tiang
samping sebanyak 8 buah menunjukkan bahwa rumah tersebut mempunyai 7
ruangan hal ini menjadi penanda kediaman Sultan Buton.
Setiap
lantai di dalam Kamali/Malige atau Istana Kesultanan Buton memiliki
fungsi tertentu. Lantai pertama memiliki 7 petak atau ruangan. Ruangan
pertama dan kedua berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau ruang
sidang anggota Adat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga diperuntukkan khusus
tamu dan dibagi menjadi dua bagian, bagian kiri digunakan untuk kamar
tidur tamu, dan bagian kanan digunakan untuk sebagai ruang makan tamu.
Ruangan keempat dibagi menjadi dua bagian dan diperuntukkan sebagai
kamar untuk anak-anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima digunakan
sebagai kamar makan Sultan atau kamar tamu bagian dalam. Sedangkan
ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan diperuntukkan sebagai
kamar anak perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar
anak laki-laki Sultan yang dewasa.
Ruangan
pada lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di bagian
kanan dan 7 kamar di bagian kiri. Setiap kamar memiliki tangga pribadi
sehingga lantai kedua ini memiliki masing-masing 7 tangga di bagian kiri
dan kanan dengan total 14 buah tangga. Kamar-kamar tersebut
diperuntukkan untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan juga sebagai
gudang. Kamar besar yang terletak di sebelah depan, biasanya digunakan
sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang paling besar
digunakan sebagai Aula. Ruangan pada lantai tiga digunakan sebagai
tempat rekreasi bagi keluarga Sultan. Sedangkan lantai empat digunakan
sebagai tempat untuk menjemur. Selain itu, pada bagian samping Malige
terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung kecil. Bangunan ini
diperuntukkan sebagai dapur yang dihubungkan oleh satu gang di atas
tiang ke bangunan utama dan memiliki lantai lebih rendah daripada lantai
bangunan utama. berikut ini replika di TMII yaitu rumah dapur yang
terhubung dengan bangunan utama.
b. Banua tada tare pata pae
Banua
tada tare pata pale merupakan rumah siku yang memiliki tiang samping
sebanyak enam buah dan di dalamnya terdiri dari lima buah ruangan. Rumah
ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal para pejabat, pegawai istana
atau anggota adat. Berikut ini sketsa tampak depan Rumah adat Banua tada
tare pata pale.
Baca Juga:
√ Lengkap Cara Memainkan Alat Musik Gambus dengan Baik
c. Banua tada tare talu pale
Banua
tada tare talu pale merupakan rumah siku yang memiliki tiang samping
sebanyak empat buah dan di dalamnya terdiri dari tiga buah ruangan.
Rumah ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal rakyat biasa.
Belum ada Komentar untuk "Penjelasan Lengkap Rumah Adat Sulawesi Tenggara | Istana Malige"