7 Tradisi Berbahaya Yang Masih Dilakukan Dan Memakan Korban
Di era modern ini, beberapa suku bangsa masih
melestarikan adat istiadat mereka. Walaupun secara perlahan adat
tersebut kadang mulai ditinggalkan. Di indonesia saja, masih bisa kita
jumpai beberapa suku bangsa yang masih memegang tradisi mereka.
Beberapa
tradisi kadang terlihat aneh, bahkan terlihat mengerikan untuk
dilakukan. Namun menurut suku-suku tersebut tradisi yang mereka lakukan
memiliki tujuan tersendiri. Misalnya seperti tradisi meminta hujan,
persembahan pada dewa dan lain sebagainya.
Berikut dibawah ini adalah beberapa tradisi yang dilakukan untuk tujuan tertentu namun terlihat agak aneh dan kadang mengerikan.
1. Tradisi Mengundang Hujan Desa La Esperanza Meksiko
Di
Desa Nahua, Negara Bagian Guerrero, Meksiko terdapat tradisi yang
dilakukan setiap bulan Mei. Puluhan ibu-ibu berkumpul dan berkelahi di
lapangan desa hingga berdarah-darah. Tradisi ini dimulai dengan
membentuk lingkaran besar. Setiap desa diwakilkan oleh wanita dan mereka
akan berhadapan dengan wakil dari desa lain. Dua wanita dewasa tersebut
berhadap-hadapan dan kemudian saling berkelahi. Setiap ada darah
muncrat, warga di lingkaran besar akan bersorak. Darah yang terciprat
dari perkelahian sengit para ibu itu akan dikumpulkan di ember.
Nantinya, ladang akan disirami darah itu demi memanggil hujan yang
dipercaya berujung pada panen yang sukses.
Tradisi
ini adalah gabungan antara ritual kuno di Meksiko dan Katolik. Namun
sebenarnya pihak gereja setempat tidak mendukung tradisi tersebut.
Tetapu sebagian warga masih meyakini bahwa tradisi tersebut bertujuan
agar Dewa Hujan Tlaloc mau memberkahi hasil tani Desa Nahua. "Tidak ada
yang peduli menang kalah. Lebih penting bagi warga agar perkelahian ini
menghasilkan banyak darah untuk mengundang hujan"
Baca Juga:
√ Lengkap Cara Memainkan Alat Musik Gambus dengan Baik
2. Tradisi Pecahkan Batok Kelapa India
Di
India masih ada tradisi yang sedikit terlihat agak berbahaya. Setiap
tahun ribuan warga pergi ke sebuah kuil di India selatan untuk melakukan
ritual pemecahan batok kelapa menggunakan kepala. Uniknya tradisi ini
dilakukan oleh semua kalangan, bahkan anak-anakpun diperbolehkan
mengikutinya. Tujuannya adalah sebagai persembahan kepada dewa. Warga
yang ingin ikut serta dalam tradisi ini berjongkok dilantai sambil
menunggu pendeta kuil menghampiri lalu memecahkan batok kelapa di kepala
mereka. Beberapa warga terlihat kesakitan, namun ada juga yang langsung
mengumpulkan pecahan batok kelapa sebagai persembahan kepada dewa. Ada
seorang wanita menceritakan bahwa dirinya tidak merasakan apa-apa saat
ia mengikuti tradisi ini, dia percaya bahwa dewi telah menyelamatkannya
dan menghilangkan rasa sakitnya.
Sejarah
ritual berawal ketika pendudukan Inggris di India, saat itu Inggris
mencoba membuat jalur kereta api melintasi daerah Tamil Nadu, Namun
warga menolak rencana Inggris tersebut. Karena penolakan tersebut
Inggris mengajukan syarat kepada warga, jika warga bisa memecahkan batu
atau batok kelapa menggunakan kepala maka jalur kereta akan dirubah.
Sejak saat itu setiap tahunnya hingga sekarang ritual ini dilakukan dan
berhasil menarik ribuan pengunjung.
3. Tradisi Gotmar Mela India
Masih
di negara India, sejak 300 tahun lalu, dua desa Distrik Ahmednagar,
Maharashtra, India, yaitu Pandhurna dan Sawargaon memang selalu
bertikai. Letak kedua desa berada di tepi Sungai Jaam. Entah apa awal
mulanya, desa tersebut seakan tidak pernah rukun. Oleh karena bentrok
antar keduanya, sudah ratusan orang luka-luka dan bahkan ada juga yang
meninggal dunia. Akan tetapi, perang itu saat ini sudah tidak ada. Kedua
desa telah bersepakat untuk damai. Suasana mencekam telah berganti
menjadi sebuah festival untuk mengenang tragedi berdarah tersebut,
namanya Gotmar Mela.
Tradisi
Gotmar Mela berlangsung di hari kedua Bhadrapad, bulan baru yang
biasanya jatuh pada tanggal 23 Agustus hingga 22 September. Masyarakat
Pandhurna dan Sawargaon berkumpul di tepi sungai dan mempersenjatai diri
mereka dengan batu yang dipersiapkan untuk kegiatan saling lempar batu.
Masing-masing desa menjadi satu kelompok. Keduanya memperebutkan
bendera yang sebelumnya diikatkan di atas pohon. Masing-masing kelompok
harus mengatur strategi agar bisa mendapatkan bendera tersebut. Ini
memang tidak mudah, selain letak bendera yang ada di atas pohon, setiap
orang yang akan naik akan selalu diganggu oleh anggota kelompok lain.
Tentu saja, melempar batu adalah satu-satunya cara agar lawan tidak bisa
mengambil bendera.
Karena
sangat berbahaya pemerintah setempat telah melarang kegiatan ini
berlangsung, tapi masyarakat Pandhurna dan Sawargao tetap saja
melanjutkan tradisi mereka. Untuk mengurangi korban, pada tahun 2001
diusulkan batu yang digunakan akan diganti menjadi bola karet, tapi hal
tersebut tidak didengarkan oleh kedua desa ini.
4. Tradisi Perang Rocket Chios Yunani
Tradisi
ini terdengar sedikit modern karena menggunakan kembang api sebagai
bahannya. Setiap tahun pada hari Paskah, dua gereja di sebuah pulau
kecil bernama Chios, Yunani, menggelar perang kembang api. Kedua gereja
itu saling menembakkan ribuan kembang api ke satu sama lain. Dua gereja
ortodoks (Saint Mark dan Panagia Erithiani) di kota Vrodandos berusaha
memukul lonceng gereja satu sama lain dengan menembakkan kembang api.
Warga Vrodandos membutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan tradisi
unik tersebut. Sekitar 150 orang terlibat dalam pembuatan lebih dari
25.000 kembang api tersebut. Tidak semua warga menyukai tradisi
berbahaya ini. Kegiatan itu telah menyebabkan beberapa kasus kebakaran
dan juga kasus kematian.
Sejumlah
warga sudah mulai menyuarakan keprihatinan mereka dan berusaha untuk
mendorong dihentikannya tradisi tersebut. Kekhawatiran ini tampaknya
tidak terlalu mengganggu mereka yang menyukainya. Pada hari Paskah
kemarin, tradisi ini tetap dilaksanakan dan puluhan ribu roket
ditembakkan ke udara. Ribuan orang tampak menikmati tradisi itu sembari
melihat warna langit yang berkelap-kelip karena efek cahaya kembang api.
Sejarah
tradisi ini berawal pada abad ke-19, ketika pulau Chios diduduki oleh
Ottoman. Saat itu, orang pribumi di pulau ini memiliki kapal yang
dilengkapi dengan meriam untuk melawan bajak laut. Namun, rupanya para
warga juga suka menembakkan meriam mereka saat merayakan Paskah. Ketika
penjajah Ottoman datang ke pulau itu, mereka menyita meriam warga untuk
mencegah pemberontakan. Sebagai gantinya, para warga beralih menembakkan
kembang api. Dan tradisi ini tidak pernah berhenti sejak saat itu.
Baca Juga:
√ Lengkap Cara Memainkan Alat Musik Gendang
5. Tradisi Onbashira Jepang
Selama
1200 tahun terakhir festival Onbashira di Nagano wilayah Jepang telah
secara tradisional dirayakan tanpa terputus. Kata Onbashira harfiah
diterjemahkan sebagai ” pilar suci” , melambangkan pembaharuan Suwa
Grand Shrine . Ini terdiri dari dua tahap : Yamadashi diterjemahkan
sebagai ” keluar dari pegunungan ” yang diselenggarakan pada bulan April
seperti untuk Satobiki diadakan pada bulan Mei. Sebelum festival
dimulai , 16 batang pohon dipotong dari 200 tahun pohon cemara Jepang.
Setiap pohon bisa sampai 1 meter di seberang , 16 meter dan berat sampai
12 ton . Tim pria mempertaruhkan hidup mereka dengan memanjat pada
batang dan naik sepanjang jalan menuruni lereng berlumpur , dibutuhkan 3
hari untuk memindahkan batang lebih dari 10 kilometer ke kuil . Batang
pohon besar yang beratnya sekitar 7 ton, diluncurkan menuruni lereng
dengan sudut kemiringan 40 derajat. Saat batang pohon meluncur, para
pria pemberani melompat dan duduk di atasnya. Karena kecepatannya cukup
tinggi, beberapa orang terlempar atau tergilas. Di antara mereka ada
yang tewas atau cedera karena tertimpa pohon yang sangat berat.
Sumber referensi:
http://www.kaskus.co.id/thread/58058896582b2e9e528b4567/kaskus.co.id/?utm_source=facebook&utm_medium=internalpost&utm_campaign=hotthread
Belum ada Komentar untuk "7 Tradisi Berbahaya Yang Masih Dilakukan Dan Memakan Korban"