√ Cerita Rakyat | Asal Mula Batu Gantung Parapat Danau Toba (Sumatera Utara)
Pada jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau
Toba hiduplah sepasang suami-isteri dengan seorang anak perempuannya
yang cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong
sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orang tuanya ketika
mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri
karena kedua orang tuanya sedang ada keperluan di desa tetangga. Ia
hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si Toki.
Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi
indahnya alam Danau Toba. Sementara anjingnya, Si Toki, ikut duduk
disamping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti sedang
menghadapi suatu masalah. Sesekali sang anjing menggonggong untuk
mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di
sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak
murung. Hal ini disebabkan karena Sang Ayah akan menjodohkannya dengan
seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal, ia telah
menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan telah
berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya menjadi
bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa. Di satu
sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, namun di sisi lain
ia juga tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Baca Juga:
√ 9 Warisan Budaya Indonesia Beserta Penjelasannya
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan
apa-apa, Seruni beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai
air mata ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah
sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara
menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara Si Toki yang juga mengikuti
majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu
apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia
terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya.
Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis
cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing
kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia
tidak dapat berbuat apa-apa kecuali terus-menerus menggonggong di
sekitar mulut lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja.”
Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang
tersebut mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar
dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk
meminta bantuan. Sesampainya di rumah Si Toki segera menghampiri orang
tua Seruni yang kebetulan sudah berada di rumah. Sambil menggonggong,
mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki
berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing,
orang tua Seruni segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari
mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka
terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, Sang Ibu
segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara
Sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para
tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di
rumah ayah Seruni untuk bersama-sama menuju ke lubang tempat Seruni
terperosok. Mereka ada yang membawa tangga bambu, tambang, dan obor
sebagai penerangan.
Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata
Ibu Seruni berkata pada suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan
tidak tembus cahaya. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita
yang berkata: parapat, parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”
“Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban
dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh
batu di sekelilingnya untuk merapat dan menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan
mengulurkan seutas tambang hingga ke dasar lubang, namun sama sekali
tidak disentuh atau dipegang oleh Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul puterinya masuk
ke dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak
kita!”
Baca Juga:
√ 12 Tradisi Menyapa Diambil Dari Seluruh Dunia Lengkap
“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang isteri.
“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.
Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba
terdengar suara gemuruh dan bumi pun bergoncang dahsyat yang membuat
lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni
yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat
diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang
telah tertutup itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh
seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi
Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu
itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu
Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga
hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu
Gantung kemudian diberi nama Parapat.
Pesan Moral
Jangan berputus asa karena akan berakhir derita
Belum ada Komentar untuk "√ Cerita Rakyat | Asal Mula Batu Gantung Parapat Danau Toba (Sumatera Utara)"