√ Artikel Tari Kipas Pakarena | Budaya Nusantara
Tari Kipas Pakarena merupakan ekspresi kesenian masyarakat Gowa yang
sering dipentaskan untuk mempromosi pariwisata Sulawesi Selatan. Dalam
bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki
arti “main”. Tarian ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat
Gowa yang merupakan bekas Kerajaan Gowa.
Tidak ada yang tahu persis sejarah tarian ini. Namun menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas.
Tidak ada yang tahu persis sejarah tarian ini. Namun menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas.
Baca Juga:
√ Rawon Makanan Tradisional Dari Jawa Timur
Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang prima.
Sementara itu, tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling akan mengiringi gerakan penari. Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena yang berfungi sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras. Sebagai pengatur irama musik pengiring, pemain Gandrang harus paham dengan gerakan tarian Pakarena. Kelompok pemusik yang mengiringi tarian ini biasanya berjumlah tujuh orang, dan dikenal dengan istilah Gondrong Rinci.
Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan
Sejarah Tarian
Nama tarian ini adalah Tari Kipas Pakarena. Kata pakarena diambil dari bahasa setempat karena yang berarti main. Jadi, tarian ini berarti tarian sambil memainkan kipas.
Tarian
ini berasal dari daerah Gowa di Sulawesi Selatan. Tari Kipas Pakarena
dipercaya sebagai salah satu tarian peninggalan Kerajaan Gowa yang dulu
pernah berjaya di Sulawesi Selatan. Tarian ini diwariskan turun temurun
dan menjadi tradisi yang masih dilestarikan sampai sekarang.
Mitos
Menurut
mitos yang beredar di masyarakat setempat, tarian ini diciptakan dari
gerakan-gerakan tubuh dan kaki. Alkisah pada zaman dahulu, penghuni
boting langi (Negeri Khayangan) berpisah dengan penguni lino (Bumi).Sebelum
berpisah, penghuni boting langi mengajarkan penghuni lino bagaimana
cara bercocok tanam, beternak, dan berburu. Nah, gerakan-gerakan itulah
oleh penghuni lino digunakan sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa
syukur mereka kepada penghuni boting langi.
Baca Juga:
√ Lontong Balap Makanan Tradisional Dari Surabaya, Jawa Timur
Ditampilkan Saat Acara
Tari
Kipas Pakarena ini ditampilkan sebagai bagian dari upacara adat. Tapi
tak jarang juga tarian ini ditampilkan sebagai hiburan. Bagi masyarakat
Gowa, tarian ini sebagai ungkapan syukur atas semua hal yang telah
mereka dapatkan.
Pertunjukan Tarian
Tarian
ini biasanya dilakukan oleh 5 sampai 7 orang penari perempuan. Dengan
menggunakan pakaian adat, para penari menunjukkan sifat perempuan Gowa
yang lembut, sopan, penuh kasih, dan patuh.
Ada
gerakan yang berputar searah jarum jam untuk melambangkan siklus hidup
manusia. Ada juga gerakan naik turun yang melambangkan roda kehidupan
yang terkadang berada di atas dan terkadang berada di bawah.
Pengiring Tarian
Tari
Kipas Pakarena ini diiringi dengan permainan musik tradisional, yaitu
tabuhan Gandrang Pakarena dan bunyi suling. Biasanya ada 7 orang yang
memainkan alat musik tradisionalnya.
Kalau
tarian menunjukkan sisi perempuan, tabuhan Gandrang Pakarena ini
menunjukkan sisi laki-laki, lo. Pukulan pada alat musik ini
menggambarkan sifat laki-laki Gowa yang keras dan tegas.
Belum ada Komentar untuk "√ Artikel Tari Kipas Pakarena | Budaya Nusantara"